SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG

Jumat, 31 Juli 2009

Jatuh ditempat makan kuda.

Sebagai anak laki-laki jadul pasti senang main layang-layang atau layangan. Bahkan layangan tidak saja dimainkan oleh anak-anak tapi juga oleh orang tua. Kalau lagi musim main layangan tiap hari mulai siang sampai hampir maghrib banyak sekali orang mengadu layangan. Nah cerita ini terjadi saat aku masih sekolah TK. Hari itu hari Minggu jadi tidak kesekolah. Masih pagi sekitar jam 8.00 aku sudah mengambil layangan dan coba menaikkan layangan. Pagi itu udara masih tenang belum ada angin bertiup. Tapi namanya anak kecil tidak mikir ada angin apa tidak. Yang penting main layangan. Disuruh makanpun bilang nanti saja.

Waktu itu aku ikut pamannya ibu saya, rumahnya merangkap sebagai warung kelontong. Rumahnya dipinggir jalan dipertigaan jalan. Kendaraan yang dominan saat itu adalah delman. Ditempatku delman disebut dokar. Di jalan sekitar warung itu merupakan tempat dokar mangkal / parkir menunggu penumpang. Biasanya jika sudah “narik” saat mangkal kuda diberi minum dan makan. Makanan kuda adalah rumput yang sudah dipotong kecil-kecil (dicacah) dicampur dedak dan diberi air. Makanan kuda tersebut ditaruh didalam ember (didaerahku disebut komboran)

Aku main didepan rumah dan sekitarnya. Karena belum lihai dan tidak ada angin maka layangan pun tidak naik-naik. Namun begitu aku terus saja mencoba. Kalau kurang angin, main layangan biasanya menaikkannya sambil mundur-mundur. Demikian juga aku terus mencoba dengan manarik-narik benang layangan dan sambil mundur.
Kalau sudah begitu tidak lagi memperhatikan sekitar, yang dilihat adalah layangan (yang nggak naik-naik). Saat mundur terus itu tiba-tiba .... gubrak ....aku tersandung benda yang ada dibelakangku. Benda itu tak lain ember tempat makanan kuda. Akupun jatuh terduduk di ember tempat makan kuda alias komboran itu. Sakitnya tidak seberapa tapi saat aku terduduk diember itu kepala kuda berada diatas kepalaku dengan giginya yang gede-gede. Aku takut kalau digigit, maka aku menangis keras-keras. Kemudian ditolong oleh pak Kusir dan dibawa masuk kerumah. Celana belepotan dedak dan rumput. Untungnya (orang Jawa selalu dapat untung) kuda tadi tidak kaget. Kalau kaget dan terus lari bisa-bisa aku tertabrak / terlindas dokarnya. Sejak itu aku tidak boleh lagi main layangan dijalanan.
(tsubiyoto)

Rabu, 01 Juli 2009

Imamnya hilang

Ini adalah cerita dari temanku yang dulu ketika masih kecil tinggal di Banyuwangi. Di kampung tempat tinggalnya dulu itu masih banyak tanaman-tanaman besar sehingga kalau malam gelap sekali terutama kalau tidak ada bulan. Apalagi waktu itu listrik belum masuk desa. Temanku biasa sholat di langgar (surau, mushola) terutama waktu subuh dan maghrib. Menurut temanku langgar itu sudah lama berdiri, sebelum dia lahir sudah ada. Bangunanya sangat sederhana dindingnya dari anyaman bambu (gedek). Disana sini dindingnya sudah pada berlobang. Bahkan didepan tempat imam dinding bawahnya sudang bolong cukup besar karena sering kena air hujan dan umurnja yang sudah puluhan tahun. Alat penerangannya berupa sentir. Waktu itu sentir biasanya dibuat dari botol (pendek) umumnya bekas tempat tinta diisi minyak tanah dan diberi sumbu dari potongan kain. Tentang keadaan seperti itu aku dapat membayangkan karena keadaan kampungku juga kurang lebih seperti itu waktu aku masih sekolah SR.

Suatu saat menjelang subuh dia berangkat ke langgar. Sebenarnya dia males banget berangkat sebab semalam hujan turun sehingga hawanya dingin sekali. Diluar bintangpun tidak terlihat karena mendung masih meyelimuti pagi itu sehingga keadaan masih gelap. Angin bertiup agak kencang menambah dingin. Sampai di langgar jemaah pun tidak banyak seperti biasanya.

Tidak lama menunggu sholatpun dimulai. Angin bertiup makin keras. Karena jendela langgar dibuka maka anginpun masuk kedalam. Nyala sentir bergoyang goyang tertiup angin. Saat sujud terakhir tiba-tiba lampu sentir mati, tertiup angin yang semakin kencang. Gelap sekali sampai orang sholat di baris depannya saja tidak terlihat. Setelah membaca tahiyat akhir beberapa lama tidak terdengar imam mengucapkan “asalamu'alaikum”. Ditunggu-tunggu masih belum juga terdengar “assalamu'alaikum” juga. Akhirnya orang yang sholat persis dibelakang imam menggapai tangannya kedepan, ternyata sang imam sudah tidak ada ditempat. Kemudian dia berkata agak keras :
“Wah imamnya sudah nggak ada !!!”.
Yang lain ada yang ketawa, ada yang mengomel suasana menjadi riuh ditengah kegelapan. Seorang lalu menyalakan sentir, dan minta sholat diulang lagi dengan imam pengganti.

Rupanya begitu sentir padam maka pak imam yang orangnya suka bercanda timbul ide untuk iseng. Dia baca “asalamu'alaikum” pelan sekali hanya terdengar untuk dirinya saja. Yang lain tidak mendengar karena suara pohon-pohon yang terkena angin. Begitu selesai mengucap “assalamu'alaikum” dengan perlahan-lahan dia keluar melalui lubang (mbrobos) dinding yang ada didepan tempat imam. Selesai sholat “ulangan” para jamaahpun pulang kerumah masing-masing. Beberapa diantaranya pulangnya lewat depan rumah pak imam. Ketika sampai depan rumahnya ternyata dia sedang duduk diteras sambil makan ketan dan senyum-senyum.
“Assalamu'alaikum pak” ucap beberapa orang.
“Wa alaikumsalam “ jawabya sambil terus senyum penuh dengan kepuasan dan mengunyah ketan. Dasar tukang iseng.
(tsubiyoto)

Sabtu, 27 Juni 2009

Nemu duitnya sendiri (2)

Ini lanjutan dari judul “Nemu duitnya sendiri (1)”. Pagi-pagi bangun terasa sepi nggak ada suara anak kecil. Biasanya sudah terdengar ocehannya si kecil. Aku masih mikir kejadian semalam terutama soal asal muasal uang, kok bisa ada uang Rp.15.000,- didompet yang belum pernah dipakai. Sedang soal agar uang itu bisa dimanfaatkan karena sudah ditarik sari peredaran, sudah ada jalan keluarnya. Tinggal kapan ke Bank Indonesia untuk menukarkan menjadi uang yang berlaku. Jam 7.15 aku berangkat kekantor dengan pertanyaan yang belum terjawab. Aku bawa beberapa lembar untuk bahan cerita di kantor.

Sampai di Kantor aku ceritakan kejadian semalam. Teman-teman pada heran kok bisa menyimpan uang sampai lupa. Aku tanya pada teman teman mengenai peraturan Bank Indonesia tentang penarikan uang , namun mereka mengatakan belum pernah mendengar atau membacanya. Ada salah seorang teman senior bilang :
“Sini aku tukar 1 lembar buat kenang kenangan” katanya.
Aku berikan kepadanya dan ditukarnya dengan lembaran lima ratusan yang berlaku saat itu.
Salah seorang yang lain mengatakan :
“Besok aku mau ke Bank Indonesia mau ketemu seseorang. Kalau kamu mau besok ikut aku. Bawa uangnya kita coba tukarkan disana”.
“Baik pak besok saya bawa”.

Besoknya aku bawa semua uangnya. Kira-kira jam 11.00 temanku mengajak berangkat ke Bank Indonesia di jalan Thamrin dengan mengendarai sepeda motor. Temanku pakai kaca mata hitam, gagah juga kelihatannya. Aku berpikir kalau nanti uangnya bisa ditukar, aku akan beli kaca mata untuk dipakai kalau naik motor. Aku tanya padanya :
“Pak beli kaca mata itu berapa pak?”
“Lima ratus”
“yang bener, masak kaca mata kaya gitu lima ratus”
“Ya kalu nggak percaya ya sudah. Aku paling senang kalau ada orang bilang barang yang kupakai mahal”.
“Kalau gitu tolong dong sekalian anterin ke Tanah Abang beli kaca mata sekalian makan”.
Tidak lama perjalanan dari kantor ke B.I. Kantorku di jalan Merdeka Utara dekat istana jadi hanya melewati jalan Merdeka Barat sudah sampai.

Sampai di B.I., Temanku menemui dulu kenalannya. Setelah selesai keperluan dia, kemudian kami menuju ke lantai II tempat penukaran uang. Disini bank-bank biasa mengambil uang untuk keperluan transaksi hariannya. Aku lihat disitu uang sepertinya dianggap barang saja. Membawanya dari gudang uang (ruang kazanah) memakai kereta dorong seperti yang biasa dipakai untuk membawa barang dagangan. Ternyata tidak ada hambatan sedikitpun menukar uang yang sudah lama ditarik dari peredaran. Legalah perasaanku. Dari B.I. kemudian ke Tanah Abang mampir dulu di warung makan Padang baru cari kaca mata. Setelah tawar menawar jadilah aku beli kaca mata dengan harga Rp.750,-. untuk dipakai kalau naik motor.

Kaca mata yang aku beli ini juga punya cerita sendiri. Besoknya aku naik motor kekantor dengan memakai kaca mata baru. Sampai depan kantor ada teman wanita dari bagian lain yang baru saja menyeberang jalan depan kantor. Dia masuk pintu depan dan aku menuju ke belakang memarkir motor dulu. Tidak lama aku masuk ruangan kerja, datanglah teman tadi dan bertanya :
"Guh kaca mata kamu baru ya, lhat dong"
"Beli dimana ini?".
"Di optik Tanah Abang", jawabku. Padahal di gelaran kaki lima.
"Mahal ini ya, Berapa sih harganya?".
"Coba kamu tebak kira-kira berapa". Kemudian diperhatikan lagi kaca mataku.
"Sepuluh ribu, lebih ya?".
"Ya sekitar segitu, tapi kamu bisa dapat 1 losin", Jawabku.
"Yang benar dong kalau ditanya"
"Ya benar, aku beli Rp.750,-. Kalau nggak percaya tanya sama pak Hamid. Kemarin dia yang mengantar aku ke Tanah Abang".
"Masak sih, kok murah ya".
"Ya memang segitu. Tapi kalau kamu beliin pacarmu jangan bilang kalau harganya Rp.750,-".
"Ah bisa aja kamu".

Kembali ke ..... lap top. Berapa besar sih Rp.15.000,- uang yang aku temu itu kalau dinilai sekarang? Sebagai gambaran waktu itu aku dan teman-teman kantor sering makan mie ayam model gerobag di belakang Bank of America (sebelah kantorku) semangkok Rp.100,-. Jadi uang tersebut bisa beli 150 mangkok mie ayam. Kalau tiap hari beli semangkok bisa untuk 5 bulan. Kalau sekarang harga mie ayam sekitar Rp.7.000,- / mangkok, berarti 150 x Rp.7000,- = Rp.1.050.000,-. Atau kalau dibandingkan dengan yang lain. Kalau makan siang sering juga aku dan teman-teman makan soto betawi di Harmoni. Seporsi soto dengan nasi waktu itu harganya Rp.150,-. Berarti uang Rp.15.000,- bisa beli 100 porsi. Kalau sekarang seporsi Rp.10.000,- berarti 100 mangkok adalah Rp.1.000.000,-. Jadi pas kalau Rp.15.000,- dulu itu nilainya sekitar 1 juta sekarang. Nah kalau kita lagi bokek nemu satu juta rupiah kan senang sekali bukan? Bahkan nggak lagi bokekpun senang banget. Makanya kalau nggak bisa ditukar alangkah sedihnya aku.
(tsubiyoto)

Kamis, 25 Juni 2009

Nemu duitnya sendiri (1)

Peristiwa ini terjadi tahun 1981. Waktu itu ada acara selamatan di rumah mertua. Acaranya diadakan setelah bakda isya. Istriku dan anakku yang masih kecil (waktu itu baru punya anak satu) sejak pagi sudah ada disitu. Aku karena kerja dulu jadi kerumah mertua setelah pulang dari kantor. Kebetulan rute dari rumah ke kantor melewati depan rumah mertua. Acaranya hanya membaca doa bersama kemudian dilanjutkan dengan makan-makan. Selesai acara ibu mertua minta supaya nginep saja karena masih kangen sama cucunya. Karena harus nunggu rumah aku terpaksa pulang sendiri.
Dirumah nyetel tv acaranya nggak menarik. Waktu itu chanel tv cuma satu yaitu TVRI, jadi karena acara nggak suka terpaksa di matikan. Iseng karena belum mengantuk, aku buka-buka laci meja yang berada di kamar tidur sebelah yang tidak ditempati. Aku mengeluarkan kertas-kertas yang ada di laci, kemudian menemukan sebuah dompet yang masih baru. Dompet siapa ini pikirku. Perasaan aku tidak pernah beli dompet dalam beberapa bulan belakangan ini. Aku coba mengingat ingat. Dari bentuk dan warnanya sepertinya memang akau pernah beli dompet seperti itu. Tapi kapan dan dimana aku beli?. Belum juga bisa menebak lalu aku buka dalamnya. Betapa kagetnya aku, didalam dompet terdapat banyak uang kertas baru pecahan Rp.500,-. Aku tambah terheran-heran. Asal dompet belum tahu sekarang ditambah soal uang. Aku hitung uangnya berjumlah 30 lembar baru semua. Jadi nominalnya Rp.15.000,- . Kebetulan waktu itu istilahnya lagi tanggal tua, aku lagi “bokek”. Uang didompet yang ada dicelanaku hanya cukup untuk beli bensin motor dan makan siang sampai tanggal gajian. Aku girang bukan main lagi bokek nemu uang Rp.15.000,- perasaan seperti menang lotre. Aku berpikir , dari mana uang itu?

Aku kemudian tidur-tiduran sambil mengingat ingat akan dompet dan uang tersebut. Lama-lama mulai terkuak rahasia dompet itu. Dari bentuk, warna serta modelnya aku mulai ingat. Dompet tersebut aku beli waktu bertugas ke Banjarmasin. Itu terjadi tahun 1976 ketika aku masih bujangan. Dompet itu tidak langsung aku pakai karena dompet yang aku pakai saat itu masih bagus. Jadi dompet baru itu aku simpan saja. Aku masukkan dalam koper tempat pakaianku. Sekarang sudah jelas asal muasal dompet tersebut. Namun kenapa ada uang didalam dompet, aku masih belum bisa mengingat. Tapi sudahlah yang penting aku punya uang cukup banyak Rp.15.000,- . Banyak untuk ukuran orang yang nggak pernah punya uang banyak.

Kembali aku buka dompet tadi, namun aku agak terkejut. Setelah aku perhatikan gambarnya ternyata uang itu adalah uang yang sudah “tidak berlaku”. Uang tersebut sudah ditarik dari peredaran. Betapa lemes dan kecewanya aku. Sedang bokek dapat uang banyak tapi kok sudah nggak laku, sama aja boong kalau istilah sekarang. Aku akhirnya kembali benar-benar bokek. Aku tidur-tiduran lagi (mau tidur beneran juga nggak bisa) sambil memikirkan nasib beruntung tapi sial. Aku mengingat ingat lagi sambil mikir-mikir.

Lama-lama ada “sinar terang” dalam masalah uang ini. Aku ingat akan peraturan dari Bank Indonesia tentang penarikan uang itu secara bertahap. Aku baca peraturan itu waktu saya bertugas ke Banjarmasin itu. Aku ke Banjarmasin memang ditugaskan ke Bank Indonesia untuk merobah program “Rekening Koran” mesin pembukuan disitu. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa jika uang ditarik dari peredaran ada tahapannya, tapi persisnya aku tidak ingat. Yang jelas bila uang ditarik dari peredaran maka selama sekian bulan masih bisa ditukar di semua bank. Setelah itu hanya bisa ditukarkan di bank pemerintah selama periode tertentu. Terakhir uang tersebut masih bisa ditukar tetapi hanya di Bank Indonesia dan waktunya cukup lama yakni tahunan. Kembali timbul rasa senangku. Beberapa saat kemudian aku tertidur.
(tsubiyoto)

Rabu, 24 Juni 2009

Pulau Putri – Eh, ..... Itunya.......

Ini cerita tentang kejadian di Pulau Putri, tapi ini cerita dari temanku. Tahun 1983 aku pindah kerja dari perusahaan yang mengageni komputer ke salah satu Lembaga Keuangan. Suatu saat salah satu teman baru ku di kantor itu cerita bahwa baru minggu sebelumnya diadakan wisata bersama seluruh karyawan ke Pulau Putri. Waktu itu seluruh karyawan jumlahnya memang belum banyak baru sekitar 30 orang jadi untuk mengatur perjalanan dan akomodasi lebih mudah.

Berangkat dari Jakarta menggunakan kapal cepat (Sky Jet atau Jet Sky) yang waktu itu belum lama beroperasi. Tentunya perjalanan dengan jenis tranportasi baru tersebut cukup menyenangkan walaupun ada juga yang mabuk laut. Ceritanya karena naik jet sky maka perjananan tidak terlalu lama sudah sampai di Pulau Putri. Setelah acara welcome drink dan pengaturan dimana masing-masing tidur, sebagian besar peserta terutama yang muda-muda langsung menju ke pantai. Ada yang berenang untuk yang bisa dan berani berenang di laut. Ada yang yang beraninya sampai kedalaman sedada. Ada juga yang cuma main air di pinggir pantai saja.

Diantara yang berani sampai kedalaman sedada ini ada karyawan wanita yang merupakan “kembang” nya kantor. Masih muda, cantik ramah dan belum punya suami, sebut saja namanya “Putri”. Tentunya banyak yang menemani Putri baik cowok maupun cewek. Putri ini memakai bikini, coba sudah cantik pakai bikini apa nggak tambah kelihatan cantiknya. Dia ini tidak berenang cuma seperti berendam saja . Sebentar dimasukkan badannya sampai sebatas leher kemudian berdiri tegak sehingga permukaan air sampai di bawah dada. Masih banyak teman temannya yang masih dibibir pantai belum masuk ke air.

Suatu ketika saat Putri sedang menaik turunkan badannya di air, dia memanggil salah satu temannya yang bernama Tina untuk ikut masuk ke air. Tapi Tina justru malah berteriak
“Hai Putri ........ itu.....itunya ...!!!!” teriak Tina.
“Ya ayo kesini, airnya anget .... asyik deh”.
“Itu Putri ...... anumu itu ....... turun” teriak Titik lagi sambil menunjuk ke dada. Yang lainpun akhirnya melihat kearah Putri. Akhirnya riuh semua orang yang ada disitu . Ada yang berteriak ada yang ketawa keras keras.
Ada apa rupanya yang terjadi dengan Putri. Saat dia berendam sambil menaik turunkan tubuhnya tanpa disadari bikini bagian atasnya melorot. Mungkin karena ukurannya yang kurang pas, atau kurang kencang sehingga waktu berendam bikini atas makin berat kena air lama-lama turun. akhirnya menyembullah miliknya yang seharusnya tidak boleh dinikmati oleh umum. Maka riuhlah rombongan yang ada di pantai. Betapa malunya si Putri anda bisa bayangkan sendiri.
(tsubiyoto)

Pulau Putri – Siapa yang mencuri.

Ini cerita lagi tentang biawak di Pulau Putri. Tapi ini bukan aku sendiri yang menyaksikan, ini cerita dari salah satu pegawai Pulau Putri. Begini ceritanya :
Suatu waktu ada sepasang turis manca negara yang sudah agak lanjut usianya menginap di salah satu cottage di Pulau Putri. Pagi-page hari pertama menginap dia pesansarapan. Pesanan adalah roti panggang dan seperti biasa dilengkapi mentega / butter, selai dan keju. Minumannya kopi. Petugas Room Service mengantarkan ke cottage dan meminta tanda tangan pada bill pesanan. Pesanan tersebut di taruh di meja teras. Pagi-pagi minum kopi dan makan roti panggang dengan pemandangan suasana pantai yang cerah di pulau yang indah, disertai istri yang setia menemani hampir separuh hidupnya, sungguh nikmat hidup ini.
Setelah menikmati suasana pagi, kemudian mereka masuk ke kamar. Entah mengapa roti tadi hanya dimakan sepotong dan istrinyapun cuma minum kopi. Sisanya tidak dibawa masuk. Kira-kira satu jam kemudian si suami keluar dari kamar mau makan sisa rotinya. Namun dilihatnya piring tempat roti sudah kosong. Dia pikir ada orang yang mengambil roti. Dia merasa kecewa dan jengkel. Masa roti saja ada yang mengambil. Dia sudah berprasangka buruk kepada para pegawai cottage.

Besoknya untuk sarapan dia pesan lagi kopi dan roti. Seperti kemarinnya roti hanya dimakan sepotong dan kemudian ditinggal masuk ke kamar. Dia penasaran dengan kejadian kemarin. Sebentar sebentar dia mengintip ke teras. Rupanya dia ingin menangkap basah si pencuri roti. Namun sudah berkali kali mengintip ke teras, roti masih tetap disitu.

Setelah beberapa kali mengintip akhirnya dia terkaget kaget ada biawak yang masuk ke teras. Sengaja dia tidak mengusir biawak tersebut, diamati saja terus biawak itu. Dengan perlahan lahan biawak itu menuju meja dimana roti ditaruh. Kemudian menaiki meja dan dilahapnya roti panggang. Rupanya biawak Pulau Putri sudah kenal bule makanya sarapannya pun cari roti. Dengan terheran-heran si bule menyaksikan adegan itu. Dia sadar dan merasa bersalah telah mempunyai pikiran jelek bahwa yang mengambil roti adalah pegawai cottage.

Besoknya untuk sarapan dia pesan lagi roti untuk 3 porsi, satu porsi akan diberikan pada biawak. Kali ini roti ditaruh mulai didepan tangga cottage, sepotong ditangga, sepotong diteras dan sepotong dipegangnya. Ditunggunya biawak yang doyan roti itu. Setelah beberapa lama menunggu akhirnya dari jauh kelihatan biawak menuju ke cottagenya. Di tunggu dan amati biawak tersebut dengan sabar. Perlahan-lahan sang biawak mendekat menuju tangga. Ditemui roti pertrama kemudian disantapnya. Dilanjutkan naik tangga dan disantapnya roti yang kedua. Mau masuk teras dia ragu-ragu karena ada si Bule. Karena Bule nya diam saja akhirnya setapak demi setapak biawak itu maju menuju roti ketiga. Setelah dekat, dengan lidahnya yang panjang diambilnya roti yang ketiga. Setelah roti ketiga masuk ke perut biawak itu memndangi si Bule. Kemudian Bule memperlihatkan roti yang ada ditanganya, dan acungkan kearah biawak. Biawak itu memandangi Bule mau maju tapi takut.
“Come ......, come......” kata bule. Nggak tahu biawaknya sudah kursus bahasa Inggris apa belum.
Sang biawak masih diam saja sambil matanya kedap kedip.
“Come on...baby.....”.
Dengan ragu mendekat juga biawak itu sambil menjulur-julurkan lidahnya. Akhirnya setelah dekat dengan tangan si Bule dicaploknya roti yang ke empat. Bule tersebut sangat girang bisa memberi makan biawak liar dari tangannya. Istrinya yang dari tadi mengintip dari pintu juga merasa surprise atas tindakan suaminya. Dia kawatir biawak itu akan menggigit tangan suaminya. Setelah tidak ada roti yang diberikannya maka dengan perlahan lahan balik kanan jalan perlahan lahan menuju semak semak.

Begitu senangnya Bule itu, ketika makan siang direstoran diceritakan kejadian tadi pagi kepada pegawai-pegawai cottage. Besoknya diulanginya upacara pemberian makan biawak. Itu dilakukan sampai hari terakhir menginap di Pulau Putri. Sebelum check out dia bilang pada petugas front office bahwa dia nanti liburan tahun depan akan ke Pulau Putri lagi. Dia akan menemui biawak kesayangannya dan akan memberi makan dari tangannya.

Nah binatang yang sebagian besar orang merasa jijik saja bisa membuat turis ingin kembali mengunjungi tanah air. Bagaimana dengan kita yang diberikan budi dan akal? Bisakah turis menjadi betah saat berkunjung di negri kita dan bisa membuat turis untuk berkunjung kembali kesini?. Harusnya bisa.
(tsubiyoto)

Pulau Putri – Binatang di kamar mandi.

Kegiatanku memberi pelatihan penggunaan mesin Front Office Cashier di Pulau Putri agak santai, karena trainee sudah biasa menggunakan mesin kasir untk restoran. Jadi hanya perlu penyesuaian saja. Paling untuk night auditor yang lebih serius dan prakteknya dilakukan tengah malam, dimulai pukul 23.00. sampai semuanya cocok baru bisa tidur.
Sore itu aku berenang dipantai sampai ditemani seorang pegawai disitu. Menjelang maghrib baru selesai berenang aku langsung menuju kamar mandi di cottage. Ketika sedang mandi aku lihat dari bayangan lampu ada yang bergerak-gerak. Aku cari sumber bayang tersebut. Aku kaget dan setengah takut ternyata yang bergerak-gerak tadi adalah ekor dari binatang. Binatang tersebut menyerupai bunglon namun lebih besar dan lebih panjang. Binatang itu bertengger di dinding kamar mandi yang terbuat dari kayu & bambu. Aku segera mengguyur badanku pelan-pelan supaya binatang tsb tidak kaget. mengambil handuk dan segera masuk kamar tidur dan menutup kamar mandi. Aku benar-benar tidak tahu binatang apa yang ada di kamar mandi. Yang aku takutkan adalah kalau binatang itu berbisa.

Kira-kira jam 20.00 perut sudah terasa lapar. Aku menuju ruang restoran didekat front office untuk pesan makanan. Suasana direstoran sepi karena pengunjung Pulau Putri waktu itu tidak banyak. Aku pesan makanan dan tidak lama sudah tersedia. Aku ditemani salah seorang pegawai. Meskipun aku baru satu – dua hari disitu, tetapi karena aku tamu khusus ( agak nyombong dikit ) maka banyak yang mau nemani. Kadang kadang kalau siang atau sore ngobrol dipantai dibawah pohon ketapang yang rindang. Malam ngobrol diderma (kecil) dari kayu sampai larut malam. Mereka umumnya sering rindu rumah, meskipun jarak dari Jakarta tidak terlalu jauh namun mereka hanya bisa pulang 3 bulan sekali. Karena itu mereka senang kalau ada tamu yang mau diakak ngobrol.

Kembali ke lap top ..... eh ke waktu makan. Pada kesempatan itu aku ceritakan kejadian dikamar mandi tadi yang membuat aku ketakutan. Eh ternyata jawabannya enteng saja :
“Ah itu biasa saja mas, nggak usah takut”
“Lho, memang itu apa?”
“Itu anak biawak. Disini banyak biawak dan tidak buas, asal tidak diganggu. Biarkan saja dia, nanti juga dia pergi sendiri.”
Benar juga waktu aku pertama ketemu biawak besar dipantai aku diam saja akhirnya biawak itu yang menjauh masuk semak-semak.
Paginya waktu mau mandi aku cari-cari anak biawak tadi malam tapi sudah nggak kelihatan lagi.
(tsubiyoto)