SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG

Sabtu, 27 Juni 2009

Nemu duitnya sendiri (2)

Ini lanjutan dari judul “Nemu duitnya sendiri (1)”. Pagi-pagi bangun terasa sepi nggak ada suara anak kecil. Biasanya sudah terdengar ocehannya si kecil. Aku masih mikir kejadian semalam terutama soal asal muasal uang, kok bisa ada uang Rp.15.000,- didompet yang belum pernah dipakai. Sedang soal agar uang itu bisa dimanfaatkan karena sudah ditarik sari peredaran, sudah ada jalan keluarnya. Tinggal kapan ke Bank Indonesia untuk menukarkan menjadi uang yang berlaku. Jam 7.15 aku berangkat kekantor dengan pertanyaan yang belum terjawab. Aku bawa beberapa lembar untuk bahan cerita di kantor.

Sampai di Kantor aku ceritakan kejadian semalam. Teman-teman pada heran kok bisa menyimpan uang sampai lupa. Aku tanya pada teman teman mengenai peraturan Bank Indonesia tentang penarikan uang , namun mereka mengatakan belum pernah mendengar atau membacanya. Ada salah seorang teman senior bilang :
“Sini aku tukar 1 lembar buat kenang kenangan” katanya.
Aku berikan kepadanya dan ditukarnya dengan lembaran lima ratusan yang berlaku saat itu.
Salah seorang yang lain mengatakan :
“Besok aku mau ke Bank Indonesia mau ketemu seseorang. Kalau kamu mau besok ikut aku. Bawa uangnya kita coba tukarkan disana”.
“Baik pak besok saya bawa”.

Besoknya aku bawa semua uangnya. Kira-kira jam 11.00 temanku mengajak berangkat ke Bank Indonesia di jalan Thamrin dengan mengendarai sepeda motor. Temanku pakai kaca mata hitam, gagah juga kelihatannya. Aku berpikir kalau nanti uangnya bisa ditukar, aku akan beli kaca mata untuk dipakai kalau naik motor. Aku tanya padanya :
“Pak beli kaca mata itu berapa pak?”
“Lima ratus”
“yang bener, masak kaca mata kaya gitu lima ratus”
“Ya kalu nggak percaya ya sudah. Aku paling senang kalau ada orang bilang barang yang kupakai mahal”.
“Kalau gitu tolong dong sekalian anterin ke Tanah Abang beli kaca mata sekalian makan”.
Tidak lama perjalanan dari kantor ke B.I. Kantorku di jalan Merdeka Utara dekat istana jadi hanya melewati jalan Merdeka Barat sudah sampai.

Sampai di B.I., Temanku menemui dulu kenalannya. Setelah selesai keperluan dia, kemudian kami menuju ke lantai II tempat penukaran uang. Disini bank-bank biasa mengambil uang untuk keperluan transaksi hariannya. Aku lihat disitu uang sepertinya dianggap barang saja. Membawanya dari gudang uang (ruang kazanah) memakai kereta dorong seperti yang biasa dipakai untuk membawa barang dagangan. Ternyata tidak ada hambatan sedikitpun menukar uang yang sudah lama ditarik dari peredaran. Legalah perasaanku. Dari B.I. kemudian ke Tanah Abang mampir dulu di warung makan Padang baru cari kaca mata. Setelah tawar menawar jadilah aku beli kaca mata dengan harga Rp.750,-. untuk dipakai kalau naik motor.

Kaca mata yang aku beli ini juga punya cerita sendiri. Besoknya aku naik motor kekantor dengan memakai kaca mata baru. Sampai depan kantor ada teman wanita dari bagian lain yang baru saja menyeberang jalan depan kantor. Dia masuk pintu depan dan aku menuju ke belakang memarkir motor dulu. Tidak lama aku masuk ruangan kerja, datanglah teman tadi dan bertanya :
"Guh kaca mata kamu baru ya, lhat dong"
"Beli dimana ini?".
"Di optik Tanah Abang", jawabku. Padahal di gelaran kaki lima.
"Mahal ini ya, Berapa sih harganya?".
"Coba kamu tebak kira-kira berapa". Kemudian diperhatikan lagi kaca mataku.
"Sepuluh ribu, lebih ya?".
"Ya sekitar segitu, tapi kamu bisa dapat 1 losin", Jawabku.
"Yang benar dong kalau ditanya"
"Ya benar, aku beli Rp.750,-. Kalau nggak percaya tanya sama pak Hamid. Kemarin dia yang mengantar aku ke Tanah Abang".
"Masak sih, kok murah ya".
"Ya memang segitu. Tapi kalau kamu beliin pacarmu jangan bilang kalau harganya Rp.750,-".
"Ah bisa aja kamu".

Kembali ke ..... lap top. Berapa besar sih Rp.15.000,- uang yang aku temu itu kalau dinilai sekarang? Sebagai gambaran waktu itu aku dan teman-teman kantor sering makan mie ayam model gerobag di belakang Bank of America (sebelah kantorku) semangkok Rp.100,-. Jadi uang tersebut bisa beli 150 mangkok mie ayam. Kalau tiap hari beli semangkok bisa untuk 5 bulan. Kalau sekarang harga mie ayam sekitar Rp.7.000,- / mangkok, berarti 150 x Rp.7000,- = Rp.1.050.000,-. Atau kalau dibandingkan dengan yang lain. Kalau makan siang sering juga aku dan teman-teman makan soto betawi di Harmoni. Seporsi soto dengan nasi waktu itu harganya Rp.150,-. Berarti uang Rp.15.000,- bisa beli 100 porsi. Kalau sekarang seporsi Rp.10.000,- berarti 100 mangkok adalah Rp.1.000.000,-. Jadi pas kalau Rp.15.000,- dulu itu nilainya sekitar 1 juta sekarang. Nah kalau kita lagi bokek nemu satu juta rupiah kan senang sekali bukan? Bahkan nggak lagi bokekpun senang banget. Makanya kalau nggak bisa ditukar alangkah sedihnya aku.
(tsubiyoto)

3 komentar:

  1. gan keren ceritanya,gan mampir juga di blog ane yaa http://notesferdian.blogspot.com/ pengalaman ane nii gan,thanks

    BalasHapus
  2. ayo bagi pecinta movie ayo tonton film dengan kualitas tertinggi di https://goo.gl/GklgeS
    bagi yang ingin request langsung saja ke fanspage di facebook ya:)

    BalasHapus